Translate

Minggu, 24 Maret 2013

Tauhid kepada Allah subhana wataala

               Para sosiolog mengajukan berbagai macam pandangan seputar perkembangan keyakinan-keyakinan syirik di masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan silih-berganti. Akan tetapi, pandangan dan penafsiran itu tidak berdasarkan dalil yang valid.
                Ada kemungkinan bahwa faktor pertama kecenderungan syirik dan keyakinan pada banyaknya tuhan adalah tatkala seseorang melihat beragamnya realitas-realitas di langit dan bumi. Dari itulah mereka berkeyakinan bahwa setiap bagian realitas tunduk di bawah pengaturan Tuhan tertentu. Sebagian dari mereka percaya bahwa seluruh kebaikan bersumber dari Tuhan kebaikan, dan seluruh keburukan berasal dari Tuhan keburukan. Berangkat dari sinilah mereka yakin bahwa alam semesta ini memiliki dua sumber wujud dan pencipta.
            Demikian pula pengamatan mereka terhadap pengaruh sinar matahari, bulan dan bintang-bintang terhadap realitas bumi, sehingga mereka—dari satu sisi—memandang bahwa benda-benda tersebut memiliki suatu bentuk pengaturan terhadap apa yang ada di bumi. Dari sisi lain, kecondongan manusia untuk menyembah sembahan yang dapat diindra mendorong mereka untuk membuat berbagai lambang dan simbol bagi tuhan-tuhan yang mereka anggap untuk kemudian mereka sembah.                                                                                                                                                                      Lambang itu lambat laun mendarah daging di hati orang-orang yang pikirannya lemah. Selanjutnya, setiap bangsa bahkan suku membuat ritual keagamaan tertentu—sesuai dengan anggapan mereka—untuk menyembah lambang tersebut.    

Sabtu, 23 Maret 2013

Harga Sebuah Iman

Seorang anak bisa saja mewarisi sifat dari ayahnya tapi tidak bisa mewarisi keimanannya. Betapa mahalnya harga sebuah iman, tidak dapat di warisi dan tidak dapat di beli bahkan oleh nyawa sekalipun. Iman tiada berceceran di manapun, karena ia hanya berada di tempat tersembunyi nan suci yaitu di kedalaman hati.

Iman kepada Allah, yakni meyakini bahwasanya tiada Tuhan yang patut di imani dan di sembah melainkan Allah Ta’ala. Pemberian hidayah adalah mutlak hak Allah, namun sebagai hamba hendaknya tertarik pada sebuah keimanan (baca: mendekati), bukan pasrah bergelimang dosa tapi mengabaikan setiap nasihat kebaikan yang di sampaikan oleh orang sekitar.

Teringat akan beberapa kisah pada masa Rasulullah, bagaimana para sahabat demi mempertahankan sebuah keimanan, ia rela mengorbankan jiwa, keluarga dan harta.

Mush’ab Bin Umair

Pemuda yang tampan, kaya raya dan cerdas. Sosok yang sempurna hingga menjadi idola di mana saja ia berada. Namun saat ia mendengar bahwa ada seorang nabi yaitu Muhammad SAW, yang di utus oleh Allah sebagai pembawa kabar suka dan duka serta mengajak kaumnya untuk beribadah hanya kepada Allah Ta’ala, maka hatinya langsung terketuk untuk menanggalkan kekafirannya dan memeluk Islam. Ibunya menentang, hingga mencabut segala kemewahan yang sebelumnya melekat dalam diri Mush’ab Bin Umair. Tak hanya itu, ibunya mengusir Mush’ab dan tak lagi menganggapnya sebagai seorang anak. Tapi demi sebuah iman yang begitu berharganya, Mush’ab lebih memilih Allah dan Rasul-Nya.

Tiga Wujud Iman dalam Perilaku

Iman itu bagaikan pepohonan. Jika ia baik, maka apapun yang dihasilkannya baik. Pohon yang baik, dedaunannya rimbun. Cabang-cabangnya kokoh hingga ke ujung-ujung rantingnya. Teduh dan kokoh untuk bernaung. Tak hanya itu, buahnya pun cepat ranum. Enggan setiap ulat merusak daging buahnya. Jika berbuah lebat, tampilannya indah memikat dan rasanya lezat.
Begitulah iman. Bagi setiap kita yang menjaganya, hanya ada kebaikan dan kebaikan yang dihasilkan. Baik bagi diri sendiri, maupun orang lain. Persis seperti 3 kebaikan di antara kebaikan-kebaikan yang terdapat bagi orang-orang beriman, yang pernah Rasulullah saw sabdakan kepada Abu Hurairah RA.
“Siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah berkata baik atau diam. Siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah memuliakan tetangganya. Dan Siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

CIRI -CIRI KEPEMIMPINAN NABI MUHAMMAD SAW

Secara ringkas, seperti yang kita tahu, banyak sifat dan akhlak Nabi Muhammad SAW yang bisa dipelajari termasuk tawaduk, pemalu, siddiq (benar), amanah (terpercaya), tabligh, fatanah, tabah, syukur, pemaaf, bertakwa, beristiqamah, ikhlas, khusyuk, zuhud (hidup saleh tidak dikuasai kemewahan dan kesenangan dunia), lemah lembut dan bijaksana. Sebagai pemimpin, ia sangat menekankan aspek integritas seperti amanah, bertanggung jawab, transparan dan jujur.Beliau mampu menyusun strategi, berani, tegas dan berprinsip. Sebenarnya bukan sekadar pemimpin negeri atau negara saja yang perlu mencontoh sifat-sifat Rasulullah SAW ini, sebaliknya mereka yang memimpin keluarga (orang tua), perusahaan, asosiasi dan sebagainya harus menerapkan nilai-nilai ini dalam diri mereka. Sayangnya kebanyakan umat Islam di dunia termasuk di tingkat pemimpin sudah melupakan sifat-sifat ini. Akhirnya mereka terjebak ke dalam kancah kekalutan, perpecahan, peperangan dan kecelaruan.Kenyataannya, dunia hari ini mengagumi kepribadian beliau. Michael H. Hart dalam bukunya The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in History menempatkan Rasulullah SAW sebagai insan paling berpengaruh di dunia dalam kalangan 100 orang manusia paling berpengaruh di dalam sejarah dunia. Begitulah kehebatan Nabi Muhammad SAW. Beliau memiliki akhlak yang sangat mulia terhadap sesama manusia tanpa membedakan status sosial, warna kulit dan ras. Beliau berbuat baik termasuk kepada orang jahat atau musuh.