Translate

Sabtu, 23 Maret 2013

Harga Sebuah Iman

Seorang anak bisa saja mewarisi sifat dari ayahnya tapi tidak bisa mewarisi keimanannya. Betapa mahalnya harga sebuah iman, tidak dapat di warisi dan tidak dapat di beli bahkan oleh nyawa sekalipun. Iman tiada berceceran di manapun, karena ia hanya berada di tempat tersembunyi nan suci yaitu di kedalaman hati.

Iman kepada Allah, yakni meyakini bahwasanya tiada Tuhan yang patut di imani dan di sembah melainkan Allah Ta’ala. Pemberian hidayah adalah mutlak hak Allah, namun sebagai hamba hendaknya tertarik pada sebuah keimanan (baca: mendekati), bukan pasrah bergelimang dosa tapi mengabaikan setiap nasihat kebaikan yang di sampaikan oleh orang sekitar.

Teringat akan beberapa kisah pada masa Rasulullah, bagaimana para sahabat demi mempertahankan sebuah keimanan, ia rela mengorbankan jiwa, keluarga dan harta.

Mush’ab Bin Umair

Pemuda yang tampan, kaya raya dan cerdas. Sosok yang sempurna hingga menjadi idola di mana saja ia berada. Namun saat ia mendengar bahwa ada seorang nabi yaitu Muhammad SAW, yang di utus oleh Allah sebagai pembawa kabar suka dan duka serta mengajak kaumnya untuk beribadah hanya kepada Allah Ta’ala, maka hatinya langsung terketuk untuk menanggalkan kekafirannya dan memeluk Islam. Ibunya menentang, hingga mencabut segala kemewahan yang sebelumnya melekat dalam diri Mush’ab Bin Umair. Tak hanya itu, ibunya mengusir Mush’ab dan tak lagi menganggapnya sebagai seorang anak. Tapi demi sebuah iman yang begitu berharganya, Mush’ab lebih memilih Allah dan Rasul-Nya.

Bilal Bin Rabah

Seorang budak hitam dan termasuk orang yang pertama kali memeluk Islam. Ia menjadi budak dari seorang kafir bernama Umayyah bin khalaf. Dan di tangan sang kafir itulah, Bilal mendapat siksaan yang tiada terkira kejamnya akibat mempertahankan keimanannya. Salah satu bentuk penyiksaan yang di terima Bilal adalah di jemur di bawah matahari yang sangat menyengat, di atas dadanya di timpakan batu besar yang panas. Subhanallah, hanya ucapan “ahad, ahad, ahad” yang terus keluar dari bibirnya. Kejamnya siksaan tidak membuat imannya surut, sampai pada akhirnya sahabat Rasulullah, Abu Bakar Ashshiddiq menebusnya dan merdekalah Bilal.

‘Ammar Bin Yasir

‘Ammar, ayah dan ibunya adalah satu keluarga yang di janjikan surga oleh Allah. Mereka termasuk golongan pertama yang di beri petunjuk oleh Allah. Tapi perjalanan iman mereka tidak mulus. Pertentangan dari kaumnya yang tidak terima jika mereka menanggalkan keyakinan nenek moyang dan berpindah kepada Islam, membuat mereka menerima penyiksaan keji. Pada akhirnya mereka sekeluarga harus syahid di tangan kaum kafir demi mempertahankan iman mereka

Masih banyak kisah tentang betapa berharganya keimanan. Asiyah seorang wanita beriman yang bersuamikan Fir’aun. Kana’an, putra nabi Nuh tapi tidak bisa menurunkan keimanan dari ayahnya. Juga Aazar, ayah seorang Nabiyullah Ibrahim yang tetap pada kekafirannya. Dan sebagainya.

*****

Beberapa kisah betapa hebatnya sebuah iman mampu menjadikan seseorang berkepribadian kokoh. Iman yang tidak nampak bentuknya namun mampu tergambar melalui keindahan perilaku. Keteguhan dalam menghadapi segala macam cobaan. Hanya Allah yang ada di hati. Janji Allah yang selalu terpatri.

Iman yang mampu menggetarkan hati tatkala nama Allah dan Rasul-Nya di sebut.

Mungkin kita khususnya saya belum mampu memiliki keteguhan iman seperti Rasul dan sahabat juga kisah orang-orang terdahulu dalam mempertahankan iman. Kita yang masih berfikir banyak tatkala ada ajakan untuk menghadiri pengajian, kita yang masih berfikir dua kali untuk langsung melaksanakan kewajiban sebagai seorang hamba, kita yang masih sering berkutat pada dunia dan lalai menjalankan proyek akhirat, kita yang sering tidak merasa bersalah saat meninggalkan perintah Allah. Rabbighfirlanaa…

Karena iman memang mahal, melebihi dunia dan seisinya, melebihi kecintaan pada keluarga bahkan nyawa. Karena iman hanya bisa di terima oleh hati yang menginginkannya, dan hanya Allahlah yang mampu memberinya. Karena lezatnya iman adalah kenikmatan terbesar yang di berikan Allah kepada hambaNya.

“Wahai dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku atas agama-Mu dan atas ketaatan kepada-Mu”.

Allahua’lam

Sumber: http://www.dakwatuna.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar