Harga Sebuah Iman
Seorang anak bisa saja mewarisi
sifat dari ayahnya tapi tidak bisa mewarisi keimanannya. Betapa mahalnya
harga sebuah iman, tidak dapat di warisi dan tidak dapat di beli bahkan
oleh nyawa sekalipun. Iman tiada berceceran di manapun, karena ia hanya
berada di tempat tersembunyi nan suci yaitu di kedalaman hati.
Iman
kepada Allah, yakni meyakini bahwasanya tiada Tuhan yang patut di imani
dan di sembah melainkan Allah Ta’ala. Pemberian hidayah adalah mutlak
hak Allah, namun sebagai hamba hendaknya tertarik pada sebuah keimanan
(baca: mendekati), bukan pasrah bergelimang dosa tapi mengabaikan setiap
nasihat kebaikan yang di sampaikan oleh orang sekitar.
Teringat
akan beberapa kisah pada masa Rasulullah, bagaimana para sahabat demi
mempertahankan sebuah keimanan, ia rela mengorbankan jiwa, keluarga dan
harta.
Mush’ab Bin Umair
Pemuda yang tampan, kaya raya dan
cerdas. Sosok yang sempurna hingga menjadi idola di mana saja ia berada.
Namun saat ia mendengar bahwa ada seorang nabi yaitu Muhammad SAW, yang
di utus oleh Allah sebagai pembawa kabar suka dan duka serta mengajak
kaumnya untuk beribadah hanya kepada Allah Ta’ala, maka hatinya langsung
terketuk untuk menanggalkan kekafirannya dan memeluk Islam. Ibunya
menentang, hingga mencabut segala kemewahan yang sebelumnya melekat
dalam diri Mush’ab Bin Umair. Tak hanya itu, ibunya mengusir Mush’ab dan
tak lagi menganggapnya sebagai seorang anak. Tapi demi sebuah iman yang
begitu berharganya, Mush’ab lebih memilih Allah dan Rasul-Nya.
Bilal Bin Rabah
Seorang
budak hitam dan termasuk orang yang pertama kali memeluk Islam. Ia
menjadi budak dari seorang kafir bernama Umayyah bin khalaf. Dan di
tangan sang kafir itulah, Bilal mendapat siksaan yang tiada terkira
kejamnya akibat mempertahankan keimanannya. Salah satu bentuk penyiksaan
yang di terima Bilal adalah di jemur di bawah matahari yang sangat
menyengat, di atas dadanya di timpakan batu besar yang panas.
Subhanallah, hanya ucapan “ahad, ahad, ahad” yang terus keluar dari
bibirnya. Kejamnya siksaan tidak membuat imannya surut, sampai pada
akhirnya sahabat Rasulullah, Abu Bakar Ashshiddiq menebusnya dan
merdekalah Bilal.
‘Ammar Bin Yasir
‘Ammar, ayah dan ibunya
adalah satu keluarga yang di janjikan surga oleh Allah. Mereka termasuk
golongan pertama yang di beri petunjuk oleh Allah. Tapi perjalanan iman
mereka tidak mulus. Pertentangan dari kaumnya yang tidak terima jika
mereka menanggalkan keyakinan nenek moyang dan berpindah kepada Islam,
membuat mereka menerima penyiksaan keji. Pada akhirnya mereka sekeluarga
harus syahid di tangan kaum kafir demi mempertahankan iman mereka
Masih
banyak kisah tentang betapa berharganya keimanan. Asiyah seorang wanita
beriman yang bersuamikan Fir’aun. Kana’an, putra nabi Nuh tapi tidak
bisa menurunkan keimanan dari ayahnya. Juga Aazar, ayah seorang
Nabiyullah Ibrahim yang tetap pada kekafirannya. Dan sebagainya.
*****
Beberapa
kisah betapa hebatnya sebuah iman mampu menjadikan seseorang
berkepribadian kokoh. Iman yang tidak nampak bentuknya namun mampu
tergambar melalui keindahan perilaku. Keteguhan dalam menghadapi segala
macam cobaan. Hanya Allah yang ada di hati. Janji Allah yang selalu
terpatri.
Iman yang mampu menggetarkan hati tatkala nama Allah dan Rasul-Nya di sebut.
Mungkin
kita khususnya saya belum mampu memiliki keteguhan iman seperti Rasul
dan sahabat juga kisah orang-orang terdahulu dalam mempertahankan iman.
Kita yang masih berfikir banyak tatkala ada ajakan untuk menghadiri
pengajian, kita yang masih berfikir dua kali untuk langsung melaksanakan
kewajiban sebagai seorang hamba, kita yang masih sering berkutat pada
dunia dan lalai menjalankan proyek akhirat, kita yang sering tidak
merasa bersalah saat meninggalkan perintah Allah. Rabbighfirlanaa…
Karena
iman memang mahal, melebihi dunia dan seisinya, melebihi kecintaan pada
keluarga bahkan nyawa. Karena iman hanya bisa di terima oleh hati yang
menginginkannya, dan hanya Allahlah yang mampu memberinya. Karena
lezatnya iman adalah kenikmatan terbesar yang di berikan Allah kepada
hambaNya.
“Wahai dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku atas agama-Mu dan atas ketaatan kepada-Mu”.
Allahua’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar